Analisis Investasi & Informasi Pasar Indonesia

Mengenal Analisis Fundamental Saham

Analisis fundamental adalah analisis saham yang dilakukan dengan cara mengkaji dan mengevaluasi informasi-informasi dan data-data mendasar suatu perusahaan beserta faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan tersebut.

[ Baca Juga : Mengenal Analisis Teknikal Saham ]

Sebelum mengenal lebih jauh analisis fundamental saham, mari pahami kembali pengertian dari investasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia: investasi/ invĂ©stasi/ merupakan penanaman uang atau modal pada suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Secara umum investasi dapat diartikan sebagai meluangkan/ memanfaatkan waktu, uang atau tenaga demi keuntungan/ manfaat pada masa datang. Jadi, dapat dikatakan investasi merupakan membeli sesuatu dan diharapkan pada masa yang akan datang dapat dijual kembali dengan nilai yang lebih tinggi dari semula.

Mengapa Perlu Analisis Fundamental Saham?

Membeli saham untuk investasi, artinya investor mempercayakan sejumlah dana (modal) guna mendapatkan keuntungan dari usaha yang dijalankan oleh perusahaan. Oleh karena itu membeli saham untuk investasi itu sama halnya dengan mencari rekan usaha. Untuk mewujudkan tujuan investasi maka investor harus mencari perusahaan yang amanah (dipercaya) akan memanfaatkan modal yang anda berikan dengan sebaik-baiknya untuk menghasilkan keuntungan dan terhindar dari kerugian.

Untuk menemukan perusahaan  tersebut salah satu caranya adalah melalui Analisis Fundamental Saham.

Analisis fundamental adalah analisa saham yang dilakukan dengan cara mengkaji dan mengevaluasi informasi-informasi dan data-data mendasar suatu perusahaan beserta faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan tersebut. Analisis fundamental dilakukan meliputi hal-hal kuantitatif (keuangan), maupun kualitatif (non-keuangan).

Metode Analisis Fundamental Saham

Secara umum metode analisis fundamental saham terbagi dua macam yaitu top down dan bottom up. Untuk top down, obyek yang dianalisa adalah kondisi makro ekonomi, sektor industrinya dan terakhir perusahaan. Sedangkan bottom up adalah kebalikannya mulai dari perusahaan, sektornya dan kondisi makro ekonomi.

Keadaan makro ekonomi sebuah negara sangat mempengaruhi kondisi sebuah perusahaan. Banyak yang percaya, pertumbuhan nilai perusahaan sangat dipengaruhi kondisi makro. Karena itu analisa keadaan makro ekonomi sebuah negara sangat penting.

Indikator ekonomi makro yang biasa digunakan diantaranya produk domestik bruto (gross domestic prioduct/GDP), angka penggguran, inflasi dan suku bunga acuan alias BI rate. Hal lain yang juga perlu dianalisis yaitu jumlah uang beredar, neraca pembayaran, angaran belanja negara dan lain-lain. Dengan menganalisis, investor dapat mengetahui bagaimana prospek perekonomian ke depan, sekaligus prediksi atau peluang krisis terjadi.

Setelah mengetahui kondisi perekonomian hal yang tidak kalah penting adalah menganalisa sektor industri di mana perusahaan berada. Tingkat persaingan dalam industri sangat penting dipahami. Apakah persaingannya sehat atau tidak? Terakhir adalah menganalisa perusahaan dimana kita ingin berinvestasi. Analisa perusahaan sebenarnya cukup luas mulai dari analisa bisnis model perusahaan, manajemen perusahaan, laporan keuangan hingga valuasi.

Analisis Laporan Keuangan

Secara berkala, perusahaan publik yang terdaftar di bursa wajib mempublikasikan laporan keuangannya. Laporan keuangan tersebut antara lain dapat diperoleh di website PT Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) pada menu Perusahaan Tercatat > Laporan Keuangan dan Tahunan.

Kemampuan memahami dan menganalisa laporan keuangan suatu perusahaan adalah salah satu hal mendasar yang harus dikuasai dalam melakukan analisa fundamental saham. Dari laporan keuangan perusahaan, investor dapat mengetahui jumlah ekuitas, aset, hutang, pendapatan atau laba beserta informasi penting lainnya yang terkait dengan keuangan perusahaan.

Metode standar dalam menganalisa laporan keuangan, adalah dengan menghitung rasio-rasio tertentu dari data-data keuangan yang dilaporkan sebagai indikator untuk menilai harga dari suatu saham. Dimana tujuannya adalah mengetahui apakah harga pasar saham tersebut murah (under value) atau mahal (over value).

Diantaranya, ada 9 rasio keuangan yang sering hitung dan digunakan dalam analisa fundamental saham, yaitu:

1. EPS (Earning Per Share) : rasio laba bersih per lembar saham
EPS = Laba Bersih : Jumlah Total Lembar Saham yang Beredar
EPS dihitung untuk mengetahui laba bersih yang dihasilkan perusahaan dari setiap lembar saham. Misalkan didapatkan EPS bernilai Rp100, artinya setiap lembar saham menghasilkan laba sebesar Rp 100 bagi perusahaan.

Perusahaan yang memiliki EPS meningkat dari waktu ke waktu (trend positif) kemungkinan besar menunjukkan penjualan dan labanya naik sehingga perusahaan berpotensi bertumbuh dengan baik. Sebaliknya, EPS yang turun menunjukkan penurunan penjualan dan laba.


2. PER (Price to Earning Ratio) : rasio laba bersih per lembar saham dibandingkan harga sahamnya.
PER = Harga Saham : Laba per Lembar Saham (EPS)
PER dihitung untuk mendapatkan gambaran lamanya waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk menghasilkan dana senilai harga sahamnya.Misalnya, setelah dihitung saham suatu perusahaan seharga Rp 100 diperoleh EPS sebesar Rp 20 per tahun, artinya saham tersebut memiliki PER sebesar: Rp 100 : Rp 20 per tahun = 5x (tahun).

Artinya jika laba perusahaan tetap Rp20 per tahun (perusahaan tidak bertumbuh atau menyusut), dibutuhkan waktu 5 tahun untuk menghasilkan dana senilai harga sahamnya. Semakin besar PER artinya perusahaan tersebut memiliki pehangasilan yang semakin kecil dibandingkan harga sahamnya.

3. PBV (Price to Book Value) : rasio harga saham dibandingkan kekayaan bersih perusahaan.
PBV = Harga Saham : Nilai Buku per Lembar Saham (BV)
dimana
BV = Kekayaan Bersih (Ekuitas) : Jumlah Lembar Saham Beredar
PBV dihitung untuk mendapatkan gambaran seberapa besar dana yang dikeluarkan untuk membeli perusahaan yang dihitung berdasarkan nilai kekayaan bersih atau disebut juga nilai bukunya. Misalkan, setelah dihitung diperoleh PBV sebesar 2x, artinya harga saham sudah tumbuh sebesar dua kali lipat dibandingkan kekayaan bersih suatu perusahaan.

PBV yang semakin tinggi bisa dianalogikan bahwa saham tersebut semakin mahal, sebaliknya semakin rendah bisa dianalogikan bahwa harga saham semakin murah. Namun untuk mengetahui kewajarannya perlu dilakukan analisa lebih lanjut lagi.

4. ROE (Return On Equity) : rasio perolehan laba bersih dibandingkan dengan total kekayaan bersih perusahaan (ekuitas).
ROE = Laba Bersih : Kekayaan Bersih
ROE dihitung untuk mendapatkan gambaran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atas modal yang dimiliki. Misalnya, setelah dihitung diperoleh ROE sebesar 10% berarti setiap Rp 100 kekayaan bersih perusahaan yang ditanamkan oleh pemodal memberikan kontribusi laba bersih sebesar Rp 10.

ROE merupakan indikator seberapa efisien sebuah perusahaan dijalankan. Semakin tinggi ROE artinya semakin tinggi kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari modal yang dimiliki.

5. ROA (Return On Asset) : rasio perolehan laba bersih dibandingkan dengan total aset perusahaan.
ROA = Laba Bersih : Total Aset
ROA dihitung untuk mendapatkan gambaran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan aset yang dimiliki. Misalnya, setelah dihitung diperoleh ROA sebesar 5% berarti setiap Rp 100 aset perusahaan memberikan kontribusi laba bersih sebesar Rp 5.

ROA merupakan indikator seberapa efektif aset sebuah perusahaan digunakan. Semakin tinggi ROA artinya semakin tinggi kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aset yang dimiliki.

6. DER (Debt to Equity Ratio) : rasio jumlah hutang dan kewajiban yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan kekayaan bersihnya.
DER = Total Kewajiban (Hutang) : Kekayaan Bersih
DER dihitung untuk mendapatkan gambaran potensi kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban hutang-hutangnya. Misanya, setelah dihitung didapatkan DER < 1, maka menunjukkan bahwa perusahaan memiliki hutang lebih sedikit dibandingkan kekayaan bersihnya, sedangkan bila DER > 1, maka perusahaan memiliki hutang lebih besar dari kekayaan bersihnya.

DER merupakan salah satu indikator kesehatan keuangan perusahaan. Hindari perusahaan DER yang besar, misalnya dengan rasio > 1, karena jika suatu perusahaan memiliki hutang yang besar, maka hal tesebut sangat berisiko terhadap kestabilan keuangan dan kelangsungan perusahaan.

7. OPM (Operational Profit Margin) : rasio
NPM = Laba Operasional : Penjualan
OPM dihitung untuk mendapatkan gambaran laba operasional yang dihasilkan dibandingkan dengan nilai penjualan, dimana Laba Operasional adalah laba yang dihasilkan setelah dikurangi beban pokok dan biaya operasional perusahaan. Misalkan, setelah dihitung diperoleh Laba Operasional sebesar Rp 20 dengan nilai penjualan Rp 100, maka OPM nya sebesar Rp 20 : Rp 100 = 20%.

Semakin besar OPM artinya perusahaan tersebut memiliki potensi penghasilan laba operasional yang besar.

8. NPM (Net Profit Margin) : rasio
OPM = Laba Bersih : Penjualan
NPM dihitung untuk mendapatkan gambaran laba bersih yang dihasilkan dibandingkan dengan nilai penjualan, dimana Laba Bersih adalah laba yang dihasilkan setelah dikurangi beban pokok, biaya operasional dan pajak-pajak yang menjadi kewajiban perusahaan. Misalkan, setelah dihitung diperoleh Laba Bersih sebesar Rp 15 dengan nilai penjualan Rp 100, maka NPM nya sebesar Rp 15 : Rp 100 = 15%.

Sama halnyanya dengan OPM, semakin besar NPM artinya perusahaan tersebut memiliki potensi penghasilan laba bersih yang besar pula.

9. DY (Dividend Yield) : rasio perolehan dividen yang dibagikan terhadap harga sahamnya di pasar.
DY = Dividend per Lembar Saham : Harga Saham
DY dihitung untuk mengetahui potensi pendapatan dividen yang akan diberikan perusahaan kepada pemegang saham. Misalnya, jika sebuah perusahaan membagikan dividen per lembar saham sebesar Rp 150, pada saat harga saham sebesar Rp 1.000, maka dividend yield-nya adalah sebesar 15%.

Namun perlu diketahui, tidak semua emiten di Bursa Efek Indonesia membagikan dividen, dimana kebijakan dividen merupakan kebijakan yang ditetapkan dalam RUPS perusahaan.

Perusahaan yang secara rutin membagikan dividen mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki kestabilan laba bersih serta menghargai kontribusi modal yang diperoleh dari para investor pemegang sahamnya.

Membandingkan Saham Perusahan Sejenis

Setelah menghitung rasio-rasio keuangan, sebaiknyanya analisa dilanjutkan dengan membandingkan terhadap perusahaan-perusahaan sejenis dalam industri yang sama. Dengan demikian maka bisa didapatkan gambaran tingkat kewajaran dari rasio-rasio yang telah dihitung tersebut.

Sebagai referensi, penilaian perusahaan guna mencari saham yang layak untuk investasi dengan membandingkan rasio-rasio keuangannya, sebagaimana dijelaskan di atas di rangkum sebagai berikut:
  • EPS (Earning Per Share) : disarankan yang lebih besar
  • PER (Price to Earning Ratio) : disaran yang lebih kecil
  • PBV (Price to Book Value) : disaran yang lebih kecil
  • ROE (Return On Equity) : disaran yang lebih besar
  • ROA (Return On Asset) : disaran yang lebih besar
  • DER (Debt to Equity Ratio) : disaran yang lebih kecil
  • OPM (Operational Profit Margin) : disaran yang lebih besar
  • NPM (Net Profit Margin) : disaran yang lebih besar
  • DY (Dividend Yield) : disaran yang lebih besar
Penilaian kewajaran rasio-rasio keuangan tersebut bersifat sangat subjektif bagi masing-masing investor, dan dapat berbeda karakteristik pada tiap-tiap industri.

Menentukan Nilai Intrinsik Saham

Mencari nilai intrinsik merupakan tingkatan lebih lanjut dalam analisa fundamental. Mencari nilai intrinsik saham adalah tujuan sebenarnya dari analisa fundamental saham.

Nilai intrinsik adalah nilai sesungguhnya suatu saham yang diperhitungkan secara rasional. Pencarian nilai intrinsik saham memperhitungkan aset-aset yang terlihat maupun aset-aset yang tidak terlihat suatu perusahaan, serta faktor faktor lain dari internal dan eksternal yang mempengaruhi kinerja perusahaan.

Meskipun ada referensi metode menghitung nilai intrinsik suatu saham, seperti yang dilakukan oleh investor yang cukup terkenal yaitu Warren Buffet. Pada kenyataannya keputusan yang diambil bersifat sangat subjektif, mengingat investor satu dengan investor lainnya tentu memiliki pengalaman, wawasan, karakter, profil resiko berbeda, sehingga dapat menggunakan pendekatan dan penilaian yang berbeda pula dalam menentukan nilai intriknsik saham.

[ Baca Juga : Mana yang Lebih Bagus, Analisis Fundamental atau Teknikal? ]
Share:

Recent Posts

Popular Post